Jumat, 26 Desember 2008

KATAKU..........

Hidup ini bagai sebuah roda

Yang selalu berputar

Kadang kita ada di atas

Dan kadang berada di bawah

Jangan merasa rendah

Jika berada dibawah

Dan jangan pula tinggi

Bila berada di atas

Coba renungilah nasib ini

Apakah kau sudah melakukan hal baik

Karena hidup ini hanya sekali

Sehingga jangan salah melakukan tindakan

Jangan kecewa apa yang telah kau perbuat

Karena hal itu tak dapat kau ulangi

Maka berfikirlah sebelum kau berbuat

Karena itu dapat mengurangi kekecewaan

Cobalah melakukan sesuatu yang orang lain suka

Walaupun itu sulit kau lakukan

Jangan pernah melakukan sesuatu yang orang lain tidak suka

Karena hal itu membuat kau dibenci orang

Cobalah berfikir positif

Dalam melakukan sesuatu

Jangan berfikir negatif

Dalam melakukan sesuatu

Renungilah sesuatu yang telah kau perbuat

Agar kau dapat berbuat yang lebih baik

Dan kau tak kecewa dikemudian hari

Dan tidak menyesalinya

...........................( AJI )....................................

Hai, sobat mengertilah hidup ini tak semudah yang kau harapkan

Kau harus dapat membuat hari ini lebih baik dari hari kemarin

Janganlah kau sia-siakan hidupmu hanya dengan bersenang-senang

Karena pasti di kemudian hari kau akan menyesal

Ketahuilah sobat, bahwa hidup ini suatu tantangan yang harus di hadapi

Janganlah lari menghadapi masalah dihari ini

Karena, masalah pada hari ini tidak untuk di hindari

Tapi untuk dihadapi, dan itu sebuah tantangan untukmu

Wahai sobst, janganlah bersedih jika engkau melakukan kesalahan

Tetapi cobalah untuk merubah kesalahan itu menjadi kebenaran

Dan janganlah kau bangga dengan sedikit melakukan hal baik

Tetapi cobalah untuk selalu ingin melakukan hal yang baik

Sobat, pengalaman itu guru yang paling mahal

Jangan kau mencoba melupakan pengalaman yang terburuk

Tetapi cobalah pahami pengalaman terburukmu itu

Sehingga pengalaman itu tak akan kau ulangi yang kedua kalinya

LANGIT


Langit? Warna birumu begitu indah

Seperti hatiku yang sedang semringah

Warna birumu dihiasi awan putih

Membuat aku terlena akan keindahanmu

Semoga aku bisa terus melihat keindahanmu

Manusia kenapa kau rusak keindahan langitku!

Apakah kau tak ingin anak cucumu melihatnya?

Apakah kau tak ingin langit selalu tampak indah?

Hai, manusia apakah kau tak mendengar teriakkannya?

Apakah kau tak dengar tangisannya?

Apakah kau tak kasihan dengannya?

Semoga kau menyadarinya

Langit janganlah kau menangis

Cerialah kau selalu

Birukanlah selalu warrnamu

Jangan kau hitamkan warnamu

Kau tampak indah dengan warna birumu..............

Agroforestry, Solusi yang Menjanjikan

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara sebagai paru-paru dunia, karena wilayah Indonesia yang banyak memiliki pulau dan masih terdapat hutan yang cukup terjaga. Tetapi, eksploitasi hutan dan konversi lahan dalam skala massal saat ini telah berimbas kepada kerusakan lingkungan yang sangat parah. Kerusakan lingkungan yang menyebabkan perubahan iklim dunia, pemanasan global, bencana alam banjir, longsor, kekeringan yang datang silih berganti adalah fenomena turunan yang harus dirasakan umat manusia.

Berbagai usaha untuk memperbaiki lingkungan selalu terganjal oleh tuntutan ekonomi yang dirasa jauh lebih penting, karena menyangkut pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Ketidakmampuan pemerintah dalam menciptakan stabilitas ekonomi yang diiringi makin meroketnya harga-harga kebutuhan pokok masyarakat, adalah kenyataan pahit lainnya yang harus dihadapi dalam usaha pelestarian alam dan lingkungan.

Oleh karena itu, perlu adanya keseriusan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan, agar kelestarian lingkungan dapat tercapai. Solusi yang ditawarkanpun harus dapat bersifat win-win solution, sehingga mampu mengakomodir antara kepentingan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan yang sama-sama krusialnya sehingga konsep “Hutan Lestari dan Masyarakat Sejahtera” dapat terwujud dalam arti yang sebenarnya. Salah satu solusi yang saat ini menjadi fokus pembicaraan adalah pola agroforestry (Agung Pambudi,2008) .

Agroforestry merupakan suatu sistem yang mengkombinasikan antara komponen hutan dengan komponen pertanian. Sehingga akan dihasilkan suatu bentuk pelestarian alam yang dapat memberikan nilai ekonomi bagi pelakunya serta jaga dapat digunakan untuk pelestarian alam. Agroforestry merupakan ilmu baru dengan teknik lama, maksudnya bahwa sebenarnya agroforestry sudah diaplikasikan oleh masyarakat pada jaman dahulu dan sekarang tehnik ini digunakan kembali, karena dirasa sangat bermanfaat bagi alam dan masyarakat sekarang.

Agroforestri telah banyak menarik perhatian peneliti-peneliti teknis dan sosial yang mempelajari pentingnya pengetahuan dasar pengkombinasian antara pepohonan dengan tanaman tidak berkayu pada lahan yang sama, serta segala keuntungan dan kendalanya. Penyebaran ilmu agroforestry diharapkan dapat bermanfaat dalam mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan sumber daya hutan, meningkatkan mutu pertanian, serta meningkatkan kesejahteraan petani.

Isi

Manusia merupakan subjek utama dalam perkembangan jaman. Dibidang pertanian, manusia memiliki fungsi yang sangat komplek. Selain manusia dianggap sebagai perusak lingkungan, manusia juga berperang dalam perkembangan pertanian. Karena, manusia memiliki sifat untuk selalu mencari sesuatu yang lebih dalam hidupnya. Sifat inilah yang selalu mendorong manusia untuk berfikir dan berusaha mencari ataupun merubah sesuatu hal untuk mendapatkan hasil sesuai yang diinginkannya, meskipun terkadang tidak memperhatikan bahkan tidak memperdulikan dampak lingkungan yang akan terjadi. Pada areal hutan misalnya, terjadi perubahan yang signifikan, yaitu perubahan dari areal hutan yang tidak produktif menjadi areal hutan yang produktif, areal yang dapat memberikan hasil produksi maupun nilai ekonomi.

Perubahan fungsi hutan tersebut sudah terjadi sejak dahulu, yaitu dengan cara pembabatan hutan untuk dijadikan lahan pertanian secara total atau dengan cara pengkombinasikan komponen hutan dengan pertanian yang saat ini dikenal dengan istilah agroforestry. Definisi agroforestri sendiri sangat banyak, karena setiap ahli memiliki definisi sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lainnya. Salah satu definisi agroforestry yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree (1982) yaitu :

Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.)

dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.

Sistem agroforestry ini berkembang melalui beberapa tahap, yaitu :

a) Fase Agroforestry Klasik

Pada jaman dahulu, untuk mencukupi kebutuhan hidupnya manusia melakukan perburuan (hunting) dan mengumpulkan makanan (food gathering), sehingga kehidupannya selalu berpindah-pindah (nomaden). Tetapi pada suatu saat pola hidup tersebut berubah ke cara bercocok tanam dan berternak (plant and animals domestication). Sebagai bagian dari cara ini, mereka melakukan penebangan pohon, pembersihan dan pembakaran seresah dan kemudian melakukan budidaya tanaman pangan pada areal bekas hutan tersebut. Dari sinilah awal lahirnya sistem agroforestry.

b) Pra-agroforestry Modern

Pada akhir abad XIX, pembangunan hutan tanaman (pepohonan sengaja ditanam - man-made forest) menjadi tujuan utama. Agroforestri dipraktekkan sebagai sistem pengelolaan lahan. Pada tahun 1800-an mulai ditanam tanaman jati dengan diselingi tanaman pangan semusim, penanaman ini menggunakan sistem “Taungya”. Kelebihan dari sistem ini, yaitu tidak hanya menghasilkan bahan pangan, tetapi juga dapat mengurangi biaya pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman. Di Indonesia sistem ini dikenal dengan nama tumpangsari. Sistem taungya inilah yang menurut para ahli merupakan scikal bakal agroforestry modern.

Dalam perkembangan sistem taungya selama lebih dari seratus tahun sejak diperkenalkan (periode 1856 hinga pertengahan 1970-an), hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak ada perhatian terhadap komponen pertanian, petani ataupun produk-produknya. Pada saat itu sistem taungya memang dirancang dan dilakukan melulu untuk kehutanan saja. Tidak heran bila waktu itu ada yang berpendapat, bahwa di beberapa bagian dunia, masyarakat setempat telah dieksploitasi untuk kepentingan kehutanan. Kesuksesan sistem taungya dikatakan karena adanya masyarakat yang ‘lapar tanah’ (akibat dari keterbatasan penguasaan lahan dibandingkan dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi), pengangguran dan kemiskinan (King, 1987). Dengan kata lain, keikutsertaan masyarakat dalam sistem taungya pada waktu itu lebih banyak disebabkan keadaan atau keterpaksaan, bukan keuntungan yang dapat diperolehnya.

Agroforestry modern hanya melihat kombinasi antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Dalam agroforestry modern, tidak terdapat lagi keragaman kombinasi yang tinggi dari pohon yang bermanfaat atau juga satwa liar yang menjadi bagian terpadu dari sistem tradisional. Sedangkan agroforestry klasik atau tradisional sifatnya lebih polikultur dan lebih besar manfaatnya bagi masyarakat setempat dibandingkan agroforestry modern (Thaman, 1988).

Pada waktu itu jarang sekali disinggung oleh para ahli tentang aspek positif konservasi tanah dari pelaksanan sistem taungya. Tujuan taungya hanyalah pembangunan hutan (dengan pemikiran bahwa keberadaan hutan dapat melindungi produktivitas tanah) dan mengeluarkan petani secepatnya dari hutan. Sedangkan problema pengaruh manusia terhadap erosi tanah tidak pernah terlintas dalam pemikiran rimbawan pada waktu itu (King, 1987). Pada waktu itu, ada empat pertimbangan dalam kaitannya dengan hal tersebut:

1. Hutan negara dianggap tidak bisa diganggu gugat.

2. Ancaman/gangguan terhadap kawasan hutan sebagian besar dianggap berasal dari para petani, khususnya melalui praktek perladangan berpindah.

3. Ada anggapan bahwa lebih menguntungkan mengganti hutan-hutan alam yang terlantar atau yang kurang menghasilkan dengan hutan tanaman.

4. Pembangunan hutan tanaman merupakan niaga yang mahal, khususnya karena masa pemeliharaan yang lama.

Oleh karena itu, filosofi yang ada pada waktu itu adalah pembangunan hutan tanaman dengan memanfaatkan tenaga kerja dari para tuna karya dan tuna lahan yang ada. Sebagai imbalan, mereka diperkenankan memanfaatkan lahan-lahan di sela-sela anakan tanaman kehutanan untuk bercocok tanam atau aktivitas pertanian. Penjabaran selanjutnya dari sistem taungya tentu saja berbeda di masing-masing negara atau dari satu daerah ke daerah lainnva. Akan tetapi apa yang diuraikan di atas adalah gambaran umum dan merupakan asal mula konsep sistem taungya.

c) Agroforestry modern

Sejak awal tahun 70-an ada pendapat yang menyatakan pentingnya peran pepohonan dalam mengatasi berbagai problema petani kecil dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, khususnya kebutuhan bahan pangan. Tujuan peningkatan produksi pangan melalui program "Revolusi Hijau" yang dilaksanakan pada waktu itu memang dapat dicapai. Akan tetapi sebagian besar petani tidak punya cukup modal untuk dapat berpartisipasi dalam program tersebut, karena besarnya biaya untuk irigasi, pemupukan, pestisida dan bahkan untuk penyediaan lahannya sendiri. Selain itu status kepemilikan lahan sebagian petani masih belum pasti.

Dilain pihak, permasalahan mengenai berkurangnya areal hutan akibat bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan Bank Dunia (world bank) menggalakkan program perhutanan-sosial (sosial forestry), yang dalam pelaksanaannya dirancang khusus untuk peningkatan produksi pangan dan konservasi lingkungan tanpa mengabaikan kepentingan pihak kehutanan untuk tetap dapat memproduksi dan memanfaatkan kayu.

Dari agroforestry modern ini, mulai berkembanglah beberapa hal mengenai agroforestry, baik pada lembaga penelitian, pola pemikirang, sampai konsep-konsep mengenai sistem agroforestry ini. Dalam aplikasinya, sistem agroforestry memiliki sasaran dan tujuan.

1. Sasaran dan Tujuan Agroforestry

Sebagaimana pemanfaatan lahan lainnya, agroforestry dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agroforestry diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak. Agroforestry utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi.

Dalam mewujudkan sasaran ini, agroforestry diharapkan lebih banyak memanfaatkan tenaga ataupun sumber daya sendiri (internal) dibandingkan sumber-sumber dari luar. Di samping itu agroforestry diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan. Untuk daerah tropis, beberapa masalah (ekonomi dan ekologi) berikut menjadi mandat agroforestri dalam pemecahannya (von Maydell, 1986):

a. Menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan:

- Meningkatkan persediaan pangan baik tahunan atau tiap-tiap musim; perbaikan kualitas nutrisi, pemasaran, dan proses-proses dalam agroindustri.

- Diversifikasi produk dan pengurangan risiko gagal panen.

- Keterjaminan bahan pangan secara berkesinambungan.

b. Memperbaiki penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar:

Suplai yang lebih baik untuk memasak dan pemanasan rumah (catatan: yang terakhir ini terutama di daerah pegunungan atau berhawa dingin)

c. Meningkatkan, memperbaiki secara kualitatif dan diversifikasi produksi bahan mentah kehutanan maupun pertanian:

- Pemanfaatan berbagai jenis pohon dan perdu, khususnya untuk produk-produk yang dapat menggantikan ketergantungan dari luar (misal: zat pewarna, serat, obat-obatan, zat perekat, dll.) atau yang mungkin dijual untuk memperoleh pendapatan tunai.

- Diversifikasi produk.

d. Memperbaiki kualitas hidup daerah pedesaan, khususnya pada daerah dengan persyaratan hidup yang sulit di mana masyarakat miskin banyak dijumpai:

- Mengusahakan peningkatan pendapatan, ketersediaan pekerjaan yang menarik.

- Mempertahankan orang-orang muda di pedesaan, struktur keluarga yang tradisional, pemukiman, pengaturan pemilikan lahan.

- Memelihara nilai-nilai budaya.

e. Memelihara dan bila mungkin memperbaiki kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat:

- Mencegah terjadinya erosi tanah, degradasi lingkungan.

- Perlindungan keanekaragaman hayati.

- Perbaikan tanah melalui fungsi ‘pompa’ pohon dan perdu, mulsa dan perdu.

- Shelterbelt, pohon pelindung (shade trees), windbrake, pagar hidup (life fence).

- Pengelolaan sumber air secara lebih baik.

Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan interaksi positif antara berbagai komponen penyusunnya (pohon, produksi tanaman pertanian, ternak/hewan) atau interaksi antara komponen-komponen tersebut dengan lingkungannya.

Dalam kaitan ini ada beberapa keunggulan agroforestri dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu dalam hal:

A. Produktivitas (Productivity)

Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestry jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran (output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.

B. Diversitas (Diversity)

Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestry menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian, dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).

C. Kemandirian (Self-regulation)

Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestry diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk-produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar (a.l. pupuk, pestisida), dengan diversitas yang lebih tinggi daripada sistem monokultur

D. Stabilitas (Stability)

Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan kesinambungan) pendapatan petani.

2. Jenis Agroforestry

Agroforestry secara sederhana yaitu menanam pepohonan di areal pertanian. Agroforestry sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu agroforestry sederhana dan agroforestry kompleks.

a) Agroforestry sederhana

Sistem agroforestry sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar.

b) Agroforestry kompleks

Sistem agroforestry kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak.

Penciri utama dari sistem agroforestry kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai agroforest (ICRAF, 1996).

Penutup

Agroforestry merupakan suatu sistem dengan menggabungkan beberapa komponen hutan dengan komponen pertanian, sehingga sistem ini dapat berperan untuk memperbaiki kondisi lingkungan secara global maupun spesifik serta dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku/ petani agroforestry.

Sistem agroforestry muncul dari beberapa tahapan, yaitu fase agroforestry klasik, pra-agroforestry modern, dan agroforestry modern. Sehingga, bisa dikatakan agroforestry merupakan ilmu baru dengan tehnik lama.

Pada dasarnya sistem agroforestry dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serrta untuk melestarikan lingkungan. Oleh karena itu, pengembangan agroforestry diharapkan dapat memecahkan beberapa masalah sosial dan lingkungan.

Sistem agroforestry ini terbagi menjadi 2, yaitu agroforestry sederhana dan agroforestry kompleks.

DAFTAR PUSTAKA

Hairiah K., Mustofa Agung Sardjono, Sambas Sabarnurdin. Pengantar Agroforestry. http://www.worldagroforestry.org/SEA/Publications/files/lecturenote /LN0001-04.PDF. diakses pada tanggal10 september 2008.

Pambudi,Agung.2008.Agroforestry. http://www.bpdas-jeneberang.net/index.php? option=com_content&task=view&id=30&Itemid=51.diakses pada tanggal 10 september 2008.

Agroforestry Solusi Peningkatan Biodiversiti

A. Pendahuluan

Hutan merupakan habitat berbagai jenis organisme, dari organisme tingkat rendah hingga organisme tingkat tinggi yang hidup bersama-sama dan saling ketergantungan. Dalam ekosistem hutan, terdapat organisasi kehidupan dalam skala luas. Oleh karena itu, pelestarian hutan sama halnya dengan pelestarian kehidupan makhluk hidup.

Menurut Marsono (1991), Aktivitas biologis tanah lebih bertumpu pada lapisan tanah atas (top soil). Aktivitas biologis tersebut sekitar 80% terdapat pada top soil saja. Kenyataan-kenyataan tersebut menunjukkan bahwa hutan tropika basah merupakan ekosistem yang rapuh (fragile ecosystem), karena setiap komponen tidak bisa berdiri sendiri. Disamping itu dijumpai pula fenomena lain yaitu adanya ragam yang tinggi antar lokasi atau kelompok hutan baik vegetasinya maupun tempat tumbuhnya.

Kerusakan hutan merupakan salah satu masalah yang sekarang ini sering melanda Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan memiliki banyak hutan, tetapi sekarang ini kerusakan hutan Indonesia sangat tinggi. Pengalihan fungsi hutan merupakan salah satu kerusakan yang terjadi di Indonesia, hutan diubah menjadi lahan pertanian, perumahan, pertokoan, industri, dan sebagainya. Berbagai pengalihan fungsi hutan tersebut menyebabkan kerusakan ekosistem hutan yang telah lama terbentuk. Pengalihan fungsi hutan tersebut menyebabkan berbagai bencana alam, seperti erosi, tanah longsor, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Selain itu, banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, tingkat biodiversitas lahan menurun, serta kepunahan flora dan fauna. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya pengalihan fungsi hutan yang diubah menjadi lahan usaha lain.

Kerusakan hutan ini mendorong manusia untuk mencari solusi dari permasalahan ini. Oleh karena itu, munculah suatu sistem pertanian yang disebut Agroforestry. Agroforestry ini merupakan suatu sistem pertanian dengan mengkombinasikan beberapa komponen tanaman hutan dengan tanaman pertanian, dimana sistem ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi lahan, pelestarian lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Asmadi Sa’ad (2002), agroforestry memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi produksi dan fungsi konservasi. Fungsi produksi yaitu dengan adanya agroforestry dapat meningkatkan produksi pangan, pakan, bahan ternak, bahan produksi, dan ekonomi masyarakat. Sedangkan fungsi konservasi yaitu agroforestry dapat memperbaiki dan melindungi tanah.

B. Isi

Salah satu akibat dari pengalihan fungsi hutan yaitu munculnya lahan kritis. Sehingga, hal ini menjadi masalah mendasar yang dihadapi yaitu bagaimana mengubah lahan kritis tersebut menjadi produktif kembali dan bagaimana menghambat agar lahan kritis tidak semakin meluas. Penanganan masalah lahan kritis secara parsial yang telah ditempuh selama ini ternyata tidak mampu mengatasi masalah yang kompleks ini. Oleh karena itu strategi penanganan lahan kritis perlu diubah melalui pendekatan holistik dengan fokus sumberdaya berbasiskan masyarakat. Dalam hal ini, upaya peningkatan produktivitas lahan kritis hanya akan dapat berhasil apabila masyarakat dilibatkan sebagai aktor utama serta mereka memperoleh peningkatan kesejahteraan dari kegiatan rehabilitasi lahan tersebut. Diantara kegiatan rehabilitasi berdasarkan pendekatan ini adalah agroforestry.

Menurut De Foresta dan Michon (1997), agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka, melinjo, petai, jati dan mahoni atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan kaliandra. Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan yaitu padi (gogo), jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubi kayu, sayur-sayuran dan rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya. Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah besar.

Ciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai Agroforestri (Icraf dalam Hairiah et al. 2003).

Peran sistem agroforestry dalam perbaikan dan pelestarian lingkungan, antara lain konservasi sumber daya tanah. Dalam sistem agroforestry terdapat interaksi ekologis dan ekonomis antara komponen-komponen yang berbeda. Agroforestri ditujukan untuk memaksimalkan penggunaan energi matahari, meminimalkan hilangnya unsur hara di dalam sistem, mengoptimalkan efesiensi penggunaan air dan meminimalkan run off serta erosi. Dengan demikian mempertahankan manfaat-manfaat yang dapat diberikan oleh tumbuhan berkayu tahunan (perennial) setara dengan tanaman pertanian konvensional dan juga memaksimalkan keuntungan keseluruhan yang dihasilkan dari lahan sekaligus mengkonservasi dan menjaganya.

Secara umum manfaat dari sistem pengelolaan hutan dengan model agroforestry ini adalah (Michon dan Deforestra, 1995 dalam Michon dan Deforesta, 2000) :

1. Pelestarian Sumberdaya Genetik Tanaman Hutan

Kekayan jenis dalam areal agroforestry sangat tinggi. Agroforestry yang terletak dekat hutan alam terdapat komponen jenis tumbuhan hutan yang beragam. Agroforestry di Krui Lampung dan di Maninjau Sumatera Barat terdapat 300 spesies tumbuhan. Pada agroforestry banyak ditemukan tumbuhan yang membutuhkan sinar matahari lebih banyak, seperti nangka, sukun, pulai, dan bayur.Masyarakat desa di Gn Halimun, Jawa Barat banyak memanfaatkan flora hutan untuk kepentingan bangunan, sumber pakan, obat tradisional, kayu bakar, pakan ternak, dan upacara adat sejumlah 464 jenis (Harada at al., 2001), tetapi jenis yang umum dibudidayakan di ladang dalam tiga desa didominasi oleh 20 jenis pohon utama yang bernilai ekonomis tinggi dan cepat tumbuh (Bismark, 2004). Jenis pohon yang dikembangkan di antaranya adalah Maesopsis eminii, Agathis alba, Swietenia macrophylla, Durio zibethinus, Melia azedarah, Paraserianthes falcataria, dan Peronema canescens.

2. Sumber Buah-buahan

Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan yang memiliki keragaman tanaman sekitar 300 jenis di mana 200 jenis termasuk ke dalam tanaman budidaya, dan 50 jenis di antaranya mempunyai nilai ekonomis tinggi. Agroforestry di Sumatera telah melestarikan pohon buah-buahan lebih dari 30 jenis dan di sekitar Bogor lebih 60 jenis. Jenis yang paling dominan adalah mangga, duku, langsat, nangka, manggis, dan jambu-jambuan. Selain itu melestarikan tumbuhan sayuran yang berprotein tinggi seperti melinjo, petai, dan jengkol (Michon dan Mary, 2000). Agroforestry di Sumatera dan Kalimantan merupakan tempat pengembangan pohon buah hutan yang terancam punah. Dengan demikian agroforestry tidak hanya memberikan nilai ekonomi, tetapi juga memberikan nilai pelestarian biodiversitas dan genetik, seperti kelengkeng, rambutan, dan sekitar 20 jenis mangga (Michon dan Deforesta, 1995).

3. Sumber Sayuran dan Obat-obatan

Tanaman sayuran tumbuh pada stratifikasi bawah dari agroforestry di antara tanaman pohon. Konsumsi sayuran masyarakat desa sehari-hari umumnya berasal dari agroforestry. Di Gunung Ciremai telah dibudidayakan sayuran seperti kubis dan wortel. Selain itu tanaman obat-obatan juga menjadi target penanaman di daerah agroforestry. Sebagai contoh, salah satu desa kecamatan di batas Taman Nasional Gunung Ceremai menghasilkan 28 ton jahe dan 15 ton kunir per tahun sebagai bahan rempah dan obat-obatan (Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan, 2004).

4. Sumber Kayu

Di daerah penyangga Taman Nasional Gunung Halimun, masyarakat menanam sengon dan mahoni, dalam 1 keluarga ada yang memiliki 700 batang pohon sengon (Bismark, 2004). Agroforestry di Sumatera Barat telah membudi-dayakan 40 jenis pohon yang bernilai ekonomis (Michon dan Deforestra, 1995).

5. Habitat Satwaliar

Agroforestry yang sudah tertata dengan keanekaragaman jenis tinggi dan komposisi tajuk yang baik dapat menjadi habitat dari beberapa jenis satwa, seperti primata, beruang, dan mamalia teresterial. Peran satwa tersebut dapat sebagai penyebar biji-bijian yang membantu proses regenerasi dan peningkatan keaneka-ragaman tumbuhan. Dengan demikian, pengembangan hutan rakyat dengan sistem agroforestry memiliki manfaat sebagai rehabilitasi kawasan di daerah penyangga sekitar kawasan taman nasional sekaligus manfaat ekonomis dan ekologis untuk konservasi jenis satwa di luar dan di dalam taman nasional (Bismark, 2002).

6. Konservasi Lahan dan Air

Masalah lingkungan yang umum berkaitan dengan lahan adalah meluasnya lahan kritis dan tingginya tingkat erosi tanah. Di Sulawesi, ladang yang berkembang seluas 10.680 ha dengan topografi 8-35% akan kehilangan unsur hara akibat erosi per tahun (Tjakra Warsa dan hadi Nugroho, 2003). Sistem stratifikasi tajuk yang menyerupai hutan dari segi konservasi tanah dan air akan lebih berdampak pada pengaturan tata air dan hujan tidak langsung ke tanah yang dapat mencegah erosi permukaan. Hal ini terlihat dari komposisi jenis dan pola tanam, jenis pohon di ladang, dan hutan rakyat. Sebagai contoh peran pohon dalam peresapan air seperti Calliandra callothyrsus 56%, Parkia javanica 63,9%, dan Dalbergia latifolia 73,3% (Pudjiharta, 1990).

Manfaat lain dari adanya pohon terhadap lingkungan adalah terjadinya siklus hara yang efisien sehingga akan mendukung produktivitas lahan melalui penyuburan oleh berkembangnya mikroba tanah. Tersedianya konsentrasi bahan organik, C, dan N tanah dari serasah akan berpengaruh pada biomasa mikroba tanah, termasuk mikoriza yang aktif menyerap dan menyediakan unsur mikro P, N, Zn, Cu, dan S kepada tumbuhan inang, sehingga siklus hara pada agroforestry bersifat efisien dan tertutup (Riswan et al., 1995).

C. Penutup

Agroforestry merupakan suatu sistem pertanian buatan yang memiliki banyak manfaat bagi pelestarian lingkungan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pelestarian lingkungan ini antara lain pelestarian sumberdaya genetik tanaman hutan, sumber buah-buahan, sumber, sayuran dan obat-obatan, sumber kayu, habitat satwaliar, konservasi lahan dan air

Dengan adanya sistem agroforestry ini diharapkan kandisi lahan di Indonesia dapat diperbaiki dan dapat memberikan hasil pertanian yang berlimpah akibat dari tercukupinya unsur hara dalam tanah serta membaiknya kondisi tanah. Sehingga, sumber daya lahan dapat tetap terjaga hingga selamanya.

DAFTAR PUSTAKA

Aswandi.2008.Rehabilitasi Lahan Kritis Dengan Agroforestry. http://restoreourforest.blogspot.com/2008/07/rehabilitasi-lahan-kritis-dengan.html. diakses pada tanggal 4 Oktober 2008.

Bismark M. dan Reny Sawitri.2006. Pengembangan dan Pengelolaan Daerah Penyangga Kawasan Konservasi. http://www.dephut.go.id/files/Bismark_ reny.pdf. diakses pada tanggal 25 Oktober 2008.

Fauzi,Hamdan.2007.Reklamasi, Agroforestry dan Ekosistem Sehat. http://klipingtambang.blogspot.com/2007/05/tuntutan-warga-dikabulkan.html. diakses pada tanggal 4 Oktober 2008.

Irwanto.2008.Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Sistem Agroforestri. http://www.geocities.com/irwantoshut/agroforestri_irwanto.pdf. diakses pada tanggal 4 Oktober 2008.

Sa’ad,Asmadi.2002. Agroforestry Sebagai Salah Satu Alternatif Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia. Asmadi_jambi@yahoo.com. diakses pada tanggal 4 Oktober 2008.